Kemas Ari Panji, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang yang juga tergabung dalam tim kerja Puskass, menjelaskan bahwa prasasti kedua ini sempat disembunyikan dengan cara ditutup rapat menggunakan semen pada masa pendudukan Jepang (1942-1945).
“Pada masa itu, Jepang berupaya menghapus jejak-jejak kolonial Belanda, termasuk dengan mengecat hitam gedung walikota dan menutup kedua prasasti ini,” ujarnya.
Proses Penggalian dan Kesaksian
Proses penggalian ini dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menjaga integritas prasasti. Tim penggali menggunakan alat khusus dan teknik konservasi untuk memastikan prasasti tidak mengalami kerusakan lebih lanjut.
Penggalian ini juga disaksikan langsung oleh Kepala Bappeda Litbang Kota Palembang, Ir. H. Harrey Hadi, M.S, dan Surakhman selaku Kepala Bidang Aset Kota Palembang.
Kehadiran mereka menunjukkan dukungan penuh dari pemerintah kota dalam upaya pelestarian sejarah Palembang.
Penemuan prasasti kedua ini menandai langkah penting dalam pelestarian sejarah Kota Palembang. Menurut Dr. Cheka Virgowansyah, temuan ini tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya, tetapi juga merupakan pengingat akan perjalanan panjang kota ini.
Ia menekankan pentingnya pengelolaan yang baik untuk memastikan bahwa prasasti ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi generasi mendatang.
“Dengan temuan ini, kami berharap masyarakat semakin menghargai sejarah kota mereka. Kami juga berencana memamerkan prasasti ini secara permanen di Museum Kota Palembang agar publik dapat menikmatinya,” tutup Cheka.
Penemuan prasasti kedua ini merupakan bukti pentingnya upaya kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan seniman dalam menjaga dan melestarikan warisan sejarah.
Dengan penemuan ini, Kota Palembang kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu kota dengan warisan sejarah yang kaya di Indonesia.