Eva Rosalinda dan Isnawijayani.
Mahasiswa dan Guru Besar Ilmu Komunikasi UBD Palembang.
FENOMENA Quiet Quitting, yaitu sikap pekerja yang memilih hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan deskripsi tugas (job desk) tanpa memberikan upaya atau inisiatif tambahan telah menjadi ciri khas Generasi Z di dunia kerja. Label “malas” dan “tidak loyal” kerap disematkan pada generasi ini.
Namun, menuduh Gen Z kurang beretika kerja adalah cara pandang yang terlalu dangkal. Sebaliknya, quiet quitting adalah manifestasi paling jelas dari burnout kolektif yang dipicu oleh budaya kerja korporasi yang sudah usang. Quiet quitting bukanlah tentang berhenti bekerja secara resmi; ini adalah tentang menghentikan eksploitasi diri secara diam-diam.
Budaya Hustle yang Merusak Mental Generasi sebelumnya, termasuk Milenial dan Gen X, dididik dalam budaya hustle yang mengagungkan kerja keras tanpa batas. Lembur tanpa bayaran dianggap sebagai badge of honor dan loyalitas sering diukur dari kesediaan mengorbankan waktu pribadi.
Imbalannya adalah Janji-janji kenaikan karier yang sering kali tidak terwujud atau tidak sepadan dengan pengorbanan kesehatan mental. Gen Z, yang dibesarkan di era digital dengan akses informasi dan kesadaran kesehatan mental yang tinggi, telah menyaksikan kegagalan budaya ini.
Mereka melihat bagaimana pendahulu mereka menghadapi burnout akut, kecemasan, dan hilangnya waktu untuk hidup pribadi. Bagi Gen Z, batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life balance) bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Quiet quitting adalah respons yang rasional.