Opini  

Pengelolaan Piutang Negara, Suatu Potensi dan Harapan (Studi LKPP Tahun 2021)

Oleh: Wahidin, S.E. MM. (Pegawai pada Kanwil DJPB Sumatera Selatan)

Wahidin

SRIWIJAYAPLUS.COM – Penyelenggaraan pemerintahan negara dalam rangka mewujudkan tujuannya selalu dihadapkan pada kebutuhan pembiayaan dan pendapatan. Adapun unsur pendapatan negara dimaksud pada umumnya berasal dari Pendapatan Pajak, Pendapatan Bukan Pajak, dan Hibah.

Dalam rangka hal tersebut, setiap tahun disusun dan diterbitkan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namum demikian, pendapatan yang ditetapkan untuk diterima tidak selalu dibayar tunai, adakalanya terjeda untuk jangka waktu tertentu atau dibayar secara bertahap/diangsur.

Kondisi tersebut menimbulkan Piutang Negara yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Kementerian Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara dan/atau hak Kementerian Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Baca Juga :  Deru Harapkan APTISI Hasilkan SDM Berdaya Saing di Masyarakat

Sedangkan menurut ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.06/2014 tentang Penentuan Kualitas Piutang dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kementerian Negara/Lembaga dan Bendahara Umum Negara, yang dimaksud dengan Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Kementerian Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara dan/atau hak Kementerian Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Berdasarkan definisi di atas, piutang negara dapat terjadi/muncul di kementerian, lembaga, dan/atau Bendahara Umum Negara. Piutang yang ada di entitas tersebut sesuai amanat dalam UU nomor 1 tahun 2004 harus dikelola oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Anggaran yang diberi kewenangan untuk melakukan pengelolaan utang dan piutang.

Sementara di Kementerian Keuangan, disamping sebagai Pengguna Anggaran, Menteri Keuangan juga sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) yang mempunyai kewenangan melakukan pengelolaan utang dan piutang negara (pasal 7 huruf l), dan juga melakukan penagihan piutang negara (pasal 7 huruf n).

Sejalan dengan hal tersebut, Piutang Negara sesuai ketentuan PMK nomor 69/PMK.06/2014 (diperbaharui dengan PMK nomor 207/PMK.06/ 2019), Piutang Negara diklasifikasikan menjadi: a). Piutang Perpajakan yang dikelola oleh Kementerian Keuangan, b). Piutang yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga, dan c). Piutang yang dikelola oleh BUN.

Klasifikasi Piutang Negera berikut nilai secara empiris dapat dilihat dari bagian CALK Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021 dengan komposisi sebagai berikut:

Piutang sebagaimana terdapat dalam tabel suatu saat berkurang maupun bertambah. Berkurang ketika terjadi penyelesaian piutang/pembayaran, sehingga akun piutang berkurang sementara pendapatan bertambah.

Piutang bertambah apabila terjadi mutasi tambah dari tagihan/hak pemerintah yang belum dibayar/diselesaikan oleh pihak terkait (terhutang). Tentunya menjadi pertanyaan, bagaimana proses atau cara terjadinya sampai dengan berkurangnya Piutang Negara?

A. Timbulnya Piutang Negara

Seperti yang telah tercantum dalam pengertian Piutang Negara di atas bahwa kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada negara disebabkan suatu hal, bukan mengada-ada atau asal tagih kepada pihak tertentu.

Orang pribadi atau badan hukum yang sudah ditetapkan sebagai Wajb Pajak menurut ketentuan, maka ia harus bayar pajak sesuai jumlah perhitungan sendiri (self assessment) yang disampaikan melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), atau sesuai STP (Surat Tagihan Pajak) , ataupun sesuai SKP (Surat Ketetapan Pajak).

Ketidaktaatan untuk membayar pajak dimaksud pada waktu yang ditetapkan akan menimbulkan piutang yang menurut klasifikasinya sebagai Piutang Pajak. Selanjutnya terkait pengelolaan Piutang Pajak secara khusus ditatausahakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Piutang negara klasifikasi kedua yaitu piutang yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga, merupakan Piutang Bukan Pajak yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian/Lembaga yang telah ditetapkan jenisnya dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Dalam PP nomor 58 Tahun 2020 tentang PNBP, PNBP merupakan pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.

Perlu dijelaskan bahwa yang berkewajiban melakukan pungutan PNBP adalah Instansi Pengelola PNBP baik Kementerian /lembaga (Menteri) selaku pengelola fiskal maupun Kementerian Keuangan (Menteri Keuangan) selaku BUN.

Uniknya, karena jenis PNBP sangat banyak dan bervariasi tersebar di berbagai kementerian/lembaga, maka penentuan kapan Wajib Bayar wan prestasi atau tidak bayar yang menimbulkan piutang negara juga bervariasi.

Masing-masing kementerian/lembaga memiliki pengaturan sendiri. Namun demikian, dalam pasal 30 ayat (1) PP nomor 58 ditegaskan bahwa “Dalam hal Wajib Bayar belum melakukan pembayaran PNBP Terutang, Instansi Pengelola PNBP mencatat PNBP Terutang sebagai Piutang PNBP.”

Sejalan dengan PP tersebut di atas, mengacu pada Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor 85/PB/2011 pasal 5 ayat (2) huruf (a), Piutang PNBP timbul apabila penyetoran PNBP dilakukan secara angsuran. Perlu dijelaskan bahwa Perdirjen ini berlaku umum di semua Kementerian/Lembaga untuk piutang PNBP yang masih diselesaikan sendiri secara maksimal (belum diserahkan ke PUPN).

Sehingga dengan Perdirjen ini, satuan kerja Kementerian/lembaga yang menatausahakan PNBP berkewajiban melakukan konfirmasi kebenaran (validitas) setoran Piutang PNBP kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat apabila terdapat pelunasan piutang atau pembayaran oleh wajib bayar.

Terkait pengaturan penatausahaan piutang yang belum diserahkan kepada PUPN pada satker juga ditegaskan dalam pasal 12 PMK nomor 163/PMK.06/2020 dimana ada peran sinergi dengan DJKN dan DJPB.

B. Pelimpahan Pengurusan Piutang ke PUPN/DJKN

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *